You are currently viewing HAT, WAM & HAM dalam Keluarga Islam

HAT, WAM & HAM dalam Keluarga Islam

Tulisan ini menggabungkan tiga sekaligus yang menjadi pokok dalam menjalani hubungan di dalam keluarga Islam, Hak Asasi Allah Sebgai Tuhan (HAT), Wajib Asasi Manusia (WAM) dan Hak Asasi Manusia (HAM). Selain dari faktor ketidak fahaman tentang apa yang menjadi kewajiban, ada juga kesalahan dalam memahami apa yang seharusnya diutamakan oleh seseorang yang menginginkan haknya dipenuhi. Artinya tidak sedikit orang yang menuntut haknya, tapi lupa menunaikan kewajibannya. Mestinya pembahasan Hak Asasi selalu diikuti Wajib Asasi, sesuailah apa yang dikatakan oleh Cak Nun “Jika seseorang menunaikan WAM, maka dengan sendirinya HAM akan tegak dan tidak akan tercederai, karena hak itu hilang akibat kewajiban yang tidak tertunaikan”. Menuntut hak adalah bukan hal buruk, tapi kita bisa memilih untuk naik tingkat menjadi pribadi yang bijaksana. Di dalam perusahaan kecil apapun hak dan kewajiban itu tetap ada, apalagi di dalam keluarga Islam yang diatur oleh Islam sedemikian rupa.

Untuk menjelaskan apa hak asasi Allah Ta’ala dalam pernikahan, saya teringat pertanyaan salah seorang “Bagaimana kalau suami memanggil sedangkan istri sedang shalat zuhur misalnya, atau bagaimana kalau istri meminta suaminya mencuri untuk memenuhi uang belanja”. Pertanyaan yang seperti ini seakan-akan membenturkan kewajiban terhadap Allah dan kewajiban terhadap suami, atau ada juga yang bertanya kepada seorang ustadz “bagaimana kalau suami mengajak berhubungan tapi sudah masuk waktu shalat subuh” pertanyaan yang agak aneh, tapi itulah yang terjadi disebabkan salah dalam menempatkan hak Allah dan hak sesama manusia.

Cerita yang sangat istimewa menurut saya bagi mereka-mereka yang selalu mengutamakan hak Allah, kejadian nyata di kota Jeddah sehingga judulnya ditulis “malam pertama di surga.” Seorang perempuan menikah setelah shalat asyar dan dihias menjelang magrib, setelah ia dihias kurang lebih 2 jam selesai bertepatan waktu dengan shalat magrib, namun ia lupa kalau ia belum ber wudu’, ia mau shalat magrib dan mengatakan mau berwudu terlebih dahulu, orang tuanya bilang “kalau engkau berwudu’ maka make up ini semua akan luntur, jadi tidak usah shalat dulu nanti aja sekalin pas shalat isya”, anak perempuannya berkata “tidak bisa ibu, ini hak Allah yang harus saya penuhi, saya bakti pada ibu tapi saya tidak akan langgar perintah Allah Tuhan saya”. Karena Rasulullah bilang tidak boleh patuh pada manusia selama itu bermaksiat kepada Allah. Akhirnya pengantin perempaun ini shalat magrib dan pada sujud pertama ia sujud lama sekali, hingga ibunya mengatkan “ayo nak cepatkan sujudnya orang-orang sudah menunggumu,” namun ia tidak kunjung bangkit dari sujudnya dan ternyata ia telah meninggal dunia. Bukan manusia yang menunggunya, tapi malaikat rahmatlah yang menjemputnya menuju surga.

Rasulullah pernah bertanya kepada sahabat Muadz. “Wahai muadz tahukah engkau apa hak Allah atas hamba-Nya ? Muadz berkata : Allah dan Rasulnya lebih tau, Rasulullah bersabda: “hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” dan hak hamba terhadap tuhan-Nya “ Allah tidak akan mengazab mereka”. Dalam hadits ini adalah kewajiban kita beribadah dan hak kita Allah tidak akan mengazab. Islam mengajarkan kesalarasan antara hak dan kewajiban, namun orang yang cerdas adalah yang lebih memikirkan bagaimana memenuhi hak/melaksanakan kewajiban bukan bagaimana hanya mendapatkan hak. Tidak terkecuali dalam hubungan keluarga, Saidati Khadijah pernah ditanya “wahai Khadijah alangkah senangnya engkau bersuamikan Muhammad”, Khadijah al Kubro berkata “semenjak aku menikah dengan Nabi Muhammad aku tidak pernah berfikir bagaimana aku bersenang-bersenang dengan Nabi Muhammad, yang aku fikirkan bagaimana Nabi Muhammad senang dengan aku”. Artinya khadijah al Kubro lebih banyak memikirkan bagaimana kewajibannya seorang istri, bukan apa saja haknya sebagai seorang istri.  

Meskipun pada dasarnya di dalam hak suami ada kewajiban istri dan di dalam hak suami adalah merupakan kewajiban istri. Al Quran surat an-Nisa;4:19 menjelaskan segala aktifitas suami isteri, baik itu hak dan kewajiban suami isteri maupun perihal anak dan lain-lain agar dilakukan dengan kesepakatan yang baik sesuai dengan prinsip Islam, juga komunikasi yang bagus:

  1. Kepatuhan dalam hal makruf, selama bukan langgaran Syariat, seperti suami meminta ditemani duduk, makan dan lain-lain, jika istri melaksanakan ini ia mendapat keberkahan hidup dan doa malaikat untuknya. Banyak sekali hadits terkait ini, seperti “ Siapapun istri yang meninggal dan suami rido (suami merasa kehilagan karena kesholehannya), maka ia akan masuk surga. Dan hal ini dilakukan karena Allah dalam rangka ibadah, bukan karena takut terhadap suami.
  2. Memenuhi biologis, hal ini perlu diketahui oleh seorang istri bahwa biologis suami adalah diantara kewajiaban yang mendasar, meskipun memenuhi biologis istri juga adalah kewajiban suami. Namun, secara kejiwaan ada perbedaan yang mendasar, bahwa biologis istri secara umum syahwatnya datang karena ada rangsangan, akan tetapi suami tanpa ada godaan atau tanpa ada rangsangan  syahwatnya bisa saja datang. Ada pendapat seorang ahli medis menyatakan, bahwa komposisi dalam seperma itu ada api (panas), jika tidak ditumpahkan maka efeknya ke emosi, maka kalau ada suami yang pemarah biasanya dikarenakan biologisnya tidak terpenuhi. (baca dalam buku Mahkota Pengantin). Maka biologis suami sangat sulit ditunda sedangkan perempuan bisa.  Dikisahkan ada seorang perempuan yang ditinggal suaminya berjihad berkata “Kalau bukan karena menjaga nama baik dan ketaatan kepada Allah maka ranjang ini akan bergoyang” dan Umar bin Khattab mendengar itu sembari menegurnya, perempuan itu berkata “wahai Amirul mukminini suami saya sudah 4 bulan tidak pulang” mendengar hal itu Umar bin Khattab pulang dan bertanya kepada putrinya “Wahai Hafshah berapa lama seorang istri bisa tidak berhubungan biologis ? Hafshah menjawab 4 bulan”. Intinya seorang istri bisa menahan biologisnya 4 bulan sedangkan suami tidak bisa, maka hal kewajiban ini perlu ada keterbukaan dan memahami antara suami dan istri. Bahkan disaat seorang perempuan haid dan suami tetap biologis maka onani yang awalnya haram, namun kalau dilakukan bersama istri diperbolehkan. (baca dalam kitab fiqh)
  3. Berlemah lembut, hal ini hak seorang istri yang merupakan kewajiban seorang suami. Terkait dengan lemah lembut, Allah sampaikan dengan menyerukan agar bersikap Muasyirah dan Ma’ruf. Dalam surat surat an-Nisa ayat 19: “Dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
    Ayat ini menyuruh para suami untuk ber akhlak baik kepada istri, tidak menyakiti perasaan mereka dengan bentakan apalagi dengan kekerasan pisik, dan berkasih sayang terhadap istri, bahwa menyakiti istri bukanlah akhlak yang baik, suami sangat dilarang menyatkitinya. Suami harus bersikap lemah lembut, bahkan pada saat istri marah atau bahkan melakukan kesembronan. Begitulah teladan Rasulullah., yang mana pernah suatu ketika istri-istri Nabi membantah perkataan beliau, dan seorang diantara mereka memisahkan diri dari beliau selama satu hari sampai malam. (HR. al-Bukhari dan Muslim, dari Umar ra).

    Suami sangat dituntut untuk mengenali tabiat wanita (istri), agar ia faham kapan ia mesti tegas dan kapan ia mesti berlemah lembut. Wanita itu tidak diciptakan dari baja, sebab kalau diciptakan dari baja meskipun keras ia akan tetap leleh. Bukan juga diciptakan dari batu, sebab kalau dari batu ia sudah lama hancur berkeping-keping jadi krikil. Pembahasan ini juga secara panjang lebar bisa di baca dalam tulisan saya “Makna pemimpin dalam pernikahan” yang diterbitkan oleh jurnal post. ( Baca juga Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
  1. Pendidikan, ini juga merupakan kewajiban suami yang merupakan hak seorang istri.
    Pendidikan adalah kewajiban suami dikarenakan wali (Ayah) dari perempuan telah menyerahkan sepenuhnya kepada laki-laki yang menjadi suaminya, sebagaimana ketika berakad nikah maka kita berjanji melakukan yang terbaik untuk pasangan kita dengan berbagai tanggung jawab yang dipikul dipundak masing-masing oleh suami maupun istri. “bahwa pernikahan yang kita adakan hari ini bukan hanya disaksikan oleh orang-orang banyak tetapi juga disaksikan oleh Allah Azza Wa, artinya kewajiban seorang ayah terhadap anak perempuannya berpindah secara penuh kepada suaminya. Kewajiban ini Allah tegaskan dalam firmannya yang mulia surah at-Tahrim ayat 6: “Wahai Orang2 yang ber iman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”

    Berkaitan dengan turunnya ayat ini Imam Ja’far As-Shadiq bahwa seorang sahabat menangis dan berkata “Aku tidak mampu menguasai diriku dan dengan turunnya ayat ini aku diberi beban dengan keluargaku”, mendengar hal itu Rasululah bersabda” Perintahkan keluargamu sebagaimana engkau diperintahkan, ikuti dan jegah keluargamu sebagaimana engkau dilarang mengerjakan”.
    Begitu juga Imam Ali ra berkata berkaitan ayat di atas “ Didiklah diri dan keluargamu dengan perbuatan baik dan sholeh”, Allah ta’al secara tegas memerintahkan kita (suami) untuk mendidik diri sendiri dan keluarga dengan ajaran-ajaran agama. Dengan begitu, terbentuklah suatu keluarga Muslim yang bertakwa. Menurut penulis kewajiban ini adalah salah satu kewajiban yang berat, bahkan lebih berat dalam memenuhi kewajiban nafkah, karena dalam nafkah Allah serukan “berikanlah nafkah sesuai kemampuanmu”, sedangkan dalam pendidikan Allah tanpa batasi sesuai kemampaun, artinya kewajiban itu penuh tanpa ada tawar menawar.

  1. Nafkah ( tempat, pakaian dan makanan) ini juga kewajiban suami yang merupakan hak istri.
    Hak dan kewajiban ini juga dapat ditelaah di dalam kitab Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonsesia, sebuah kitab pedoman yang disusun para ulama Indonesia untuk orang Islam Indonesia dalam bidang Perkawinan, Kewaritsan, Hibah, Wakat, Infaq, Sodaqah, zakat dan Ekonomi Islam.

Dalam bab XII : Pasal 77 menyebutkan, bahwa:

(1) Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dan susunan masyarakat

(2) Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satui kepada yang lain;

(3) Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya;

(4) suami isteri wajib memelihara kehormatannya;

(5) jika suami atau isteri melalaikan kewjibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.

Lewat bab XII, Pasal 77 Kompilasi Hukum Islam  ini para ulama Indonesia sangat mengedepankan kerja sama antara suami dan isteri, selain suami dan isteri mempunyai kedudukan sama dan kerja sama dalam mewujudkan keluarga sakinah yang di dalamnya ada rasa mawaddah dan rahman, juga hal ini menunjukkan bahwa di dalam kewajiban suami ada hak isteri, dan di dalam hak suami ada kewajiban isteri.

Meskipun di dalam penjelasan berikutnya, ada khusus bab yang menjelaskan kewajiban suami, sebab suami dikatakan sebagai kepala rumah tangga. Kepala rumah tangga yang sangat membutuhkan, bahkan tidak bisa menjadi kepala rumah tangga tana keberadaan isteri yang sebagai rumah tangga. Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan, bahwa :

  • Suami adalah pembimbing, terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh sumai isteri bersama.
  • Suami wajib melidungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya
  • Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
  • sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :
  1. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;
  2. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;
  3. biaya pendididkan bagi anak.
  • Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya.

(6) Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.

(7) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila isteri nusyuz.

Penulis sering mengatakan, bahwa kewajiban suami bukanlah sebuah beban yang ia harus pikul sendiri, sebab kalau ia pikul sendiri dan dituntut penuh atas segala kewajibannya. Maka, yang akan terjadi adalah hubungan antara majikan dan bawahan. Namun para ulama selalu mengedepankan kerja sama, saling membantu, saling mendukung dan saling menguatkan. Sebab pernikahan bukanlah hubungan antara majikan dan bawahan, majikan yang memenuhi hak bawahan, sekaligus bawahan yang siap dengan segala konsekuensi perintah majikan. Sehingga tidak sedikit pernikahan yang broken home (cerai) meskipun hak dan kewajiban terpenuhi, bukan bercerai karena kurangnya kebutuhan jasmani (makan, pakaian, tempat dll), akan tetapi berpisah karena tidak tercukupinya kebutuhan bathin antara suami isteri.

Selain mengetahui apa saja hak dan kewajiban suami istri dalam pernikahan, Juga perlu diketahui bahwa setelah menikah pasangan suami isteri akan mengalami kehidupan yang benar-benar baru, berbeda dengan kehidupan sebelum menikah, antara lain:

  1. Saumi istri akan lebih dituntut untuk memulai hidup mandiri, lepas dari ketergantungan kepada orang tua masing-masing.
  2. Suami mulai diminta pertanggung jawaban untuk memenuhi kebutuhan lahir dan batin bagi dirinya dan isterinya.
  3. Isteri mulai wajib berbakti kepada suami serta membahagiakannya dan suami juga dituntut untuk membimbing istrinya untuk membahagiakannya dunia akhirat, serta kerja sama, saling mengingatkan dalam kebaikan.
  4. Suami isteri mulai memikirkan biaya hidup anak-anak mereka agar kelak menjadi lahir anak-anak yang saleh dan salehah.
  5. Suami isteri mulai menjadi jembatan untuk mempersaudarakan kedua keluarga besar dari pihak isteri, dan sebaliknya.
  6. Suami isteri dituntut untuk dapat hidup bertetangga dan bermasyarakat dengan baik.

 

Leave a Reply